1. Matsya Awatara
Awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa
Dewanagari:
मत्स्य
Ejaan Sanskerta: Matsya
Golongan:
Awatara Wisnu
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam
kisah
Nabi Nuh, yang konon membuat
bahterabesar untuk
melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda bumi. Kisah dengan tema
yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti kisah dari
penduduk asli Amerika dan
dari
Yunani. yang
berwujud ikan raksasa. Dalam
2. Kurma Awatara
Awatara Wisnu
yang berwujud kura-kura
Dewanagari:
कुर्म
Ejaan Sanskerta: Kurma
Nama lain: Akupa
Golongan:
Awatara Wisnu
Senjata:
Cakram dan
Gada
Menurut berbagai kitab
Purana,
Wisnu mengambil wujud
seekor
kura-kura (kurma)
dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar
laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta
amerta yang dapat
membuat peminumnya hidup abadi. Para
Dewa dan
Asura berlomba-lomba
mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan
sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para
Dewa dan para
Asura mengikat gunung
tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar
gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa
Indra memegang puncak
gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta
berhasil didapat dan Dewa
Wisnu mengambil
alih. yang berwujud Kurma juga nama dari seorang
resi, putra
Gretsamada.
3. Waraha awatara
Awatara Wisnu
yang berwujud babi hutan
Dewanagari:
वाराह
Ejaan Sanskerta: Varāha
Nama lain: Bhuwaraghan; Waraghan; Warha (baca selengkapnya di bawah)
Golongan:
Awatara Wisnu
Senjata:
Cakram dan
Gada
Pasangan:
Pertiwi
Melihat dunia akan mengalami kiamat,
Wisnu menjelma menjadi
babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi
yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak
berlangsung lancar karena dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran
sengit antara raksasa
Hiranyaksa melawan
Dewa
Wisnu. Konon
pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun
pula. Pada akhirnya, Dewa
Wisnu yang
menang
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau
mengangkat
bumi yang
bulat seperti bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan
kosmik, dan meletakkan kembali
bumi pada orbitnya.
Setelah itu, Dewa
Wisnu menikahi
Dewi
Pertiwi dalam
wujud
awatara tersebut.
Waraha Awatara dilukiskan sebagai babi hutan yang
membawa
planet bumi dengan kedua
taringnya dan meletakkannya di atas hidung, di depan mata. Kadangkala
dilukiskan sebagai manusia berkepala babi hutan, dengan dua taring menyangga
bola dunia, bertangan empat, masing-masing membawa:
cakra, terompet dari kulit
kerang (
sangkakala),
teratai, dan
gada.
4. Narasinga ( Narasimha ) Awatara
Awatara Wisnu
Narasinga (
Devanagari:
नरसिंह ; disebut
juga Narasingh, Nārasiṃha) adalah
awataraWisnu yang turun ke
dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti
pedang, dan memiliki banyak
tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol
dewa
Menurut kitab
Purana, pada menjelang akhir
zaman
Satyayuga (zaman
kebenaran), seorang raja
asuraHiranyakasipu membenci
segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di
kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu,
adiknya yang bernama
Hiranyaksa dibunuh
oleh
Waraha,
awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan
hanya memusatkan pikirannya pada Dewa
Brahma. Setelah Brahma
berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar
ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun
Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya
Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan
ataupun
dewa, tidak bisa
dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air,
api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan
tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut,
Dewa Brahma mengabulkannya.
Sementara ia meninggalkan rumahnya untuk memohon berkah,
para
dewa yang
dipimpin oleh Dewa
Indra,
menyerbu rumahnya.
Narada datang
untuk menyelamatkan istri
Hiranyakasipu yang
tak berdosa, bernama
Lilawati.
Saat Lilawati meninggalkan rumah, anaknya lahir dan diberi nama
Prahlada. Anak itu dididik
oleh
Narada untuk
menjadi anak yang budiman, menyuruhnya menjadi pemuja
Wisnu, dan menjauhkan diri
dari sifat-sifat keraksasaan ayahnya. (inkarnasi/penjelmaan) pelindung
yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya. (raksasa) yang
bernama Narasinga membunuh Hiranyakashipu
5. Wamana Awatara
Awatara Wisnu
yang berwujud orang kerdil
Dewanagari:
वामन
Ejaan Sanskerta: Vāmana
Nama lain: Upendra
Golongan:
Awatara Wisnu
Dalam
agama Hindu, Wamana (
Devanagari:
वामन ; Vāmana)
adalah
awatara Wisnu yang kelima, turun
pada masa
Tretayuga,
sebagai putra
Aditi dan
Kasyapa, seorang
Brahmana. Ia (
Wisnu) turun ke dunia guna
menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada raja
Bali (
Mahabali), seorang
Asura, cucu dari
Prahlada. Raja Bali telah
merebut surga dari kekuasaan Dewa
Indra, karena itu Wisnu turun
tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman pada Raja
Bali. Wamana awatara
dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil yang membawa payung. Wamana
Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu yang mengambil bentuk manusia
lengkap, meskipun berwujud
Brahmana mungil.
Wamana kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."
Kisah Wamana Awatara
Kisah Wamana Awatara dimuat dalam kitab
Bhagawatapurana.
Menurut cerita dalam kitab, Wamana sebagai Brahmana cilik datang ke istana
Raja
Bali karena
pada saat itu Raja Bali mengundang seluruh
Brahmana untuk
diberikan hadiah. Ia sudah dinasehati oleh
Sukracarya agar
tidak memberikan hadiah apapun kepada
Brahmana yang aneh dan
lain daripada biasanya. Pada waktu pemberian hadiah, seorang Brahmana kecil muncul
di antara Brahmana-Brahmana yang sudah tua-tua. Brahmana tersebut juga akan
diberi hadiah oleh Bali.
Brahmana kecil itu meminta tanah seluas tiga jengkal yang
diukur dengan langkah kakinya. Raja
Bali pun takabur dan
melupakan nasihat
Sukracarya.
Ia menyuruh Brahmana kecil itu melangkah.
Pada waktu itu juga,
Brahmana tersebut
membesar dan terus membesar. Dengan ukurannya yang sangat besar, ia mampu
melangkah di surga dan bumi sekaligus. Pada langkah yang pertama, ia menginjak
surga. Pada langkah yang kedua, ia menginjak bumi. Pada langkah yang ketiga,
karena tidak ada lahan untuknya berpijak, maka Bali menyerahkan kepalanya.
Sejak itu, tamatlah kekuasaan Bali. Karena terkesan dengan kedermawanan Bali,
Wamana memberinya gelar Mahabali. Ia juga berjanji bahwa kelak Bali akan
menjadi
Indra pada
Manwantara berikutnya.
6. Parasurama Awatara
Parasurama merupakan putra bungsu
Jamadagni, seorang
resi keturunan
Bregu.
Itulah sebabnya ia pun terkenal dengan julukan Bhargawa. Sewaktu lahir
Jamadagni memberi nama putranya itu Rama. Setelah dewasa, Rama pun
terkenal dengan julukan Parasurama karena selalu membawa kapak sebagai
senjatanya. Selain itu, Parasurama juga memiliki senjata lain berupa busur
panah yang besar luar biasa.
Sewaktu muda Parasuama pernah membunuh ibunya sendiri, yang
bernama Renuka. Hal itu disebabkan karena kesalahan Renuka dalam melayani
kebutuhan Jamadagni sehingga menyebabkan suaminya itu marah. Jamadagni kemudian
memerintahkan putra-putranya supaya membunuh ibu mereka tersebut. Ia
menjanjikan akan mengabulkan apa pun permintaan mereka. Meskipun demikian,
sebagai seorang anak, putra-putra Jamadagni, kecuali Parasurama, tidak ada yang
bersedia melakukannya. Jamadagni semakin marah dan mengutuk mereka menjadi
batu.
Parasurama sebagai putra termuda dan paling cerdas ternyata
bersedia membunuh ibunya sendiri. Setelah kematian Renuka, ia pun mengajukan
permintaan sesuai janji Jamadagni. Permintaan tersebut antara lain, Jamadagni
harus menghidupkan dan menerima Renuka kembali, serta mengembalikan keempat kakaknya
ke wujud manusia. Jamadagni pun merasa bangga dan memenuhi semua permintaan
Parasurama.
7. Rama Awatara
Asal- usul nama "Rama"
Rāmá dalam kitab
Regweda dan
Atharwaweda adalah
kata sifat yang berarti "gelap,
hitam", atau kata benda
yang berarti "kegelapan", bentuk feminim dari kata sifat tersebut
adalah rāmī. Dua Rama muncul dalam pustaka
Weda, dengan nama keluarga
Mārgaweya dan Aupataswini; Rama yang lain muncul dengan nama keluarga
Jāmadagnya yang dianggap sebagai penulis
himne Regweda. Menurut
Monier-Williams,
tiga Rama dihormati pasca masa Weda, yaitu:
Bala-rāma ("Rama
yang kuat"), juga disebut Halāyudha (bersenjata bajak saat bertempur),
kakak sekaligus teman dekat
Kresna,
awatara Wisnu yang kedelapan.
Sumber literatur
Sumber utama mengenai kehidupan dan perjalanan Rama
adalah
wiracarita Ramayana yang disusun
ResiWalmiki. Namun, sastra lain
dalam
bahasa
Sanskerta juga merefleksikan riwayat dalam Ramayana. Sebagai
contoh,
Wisnupurana juga
menceritakan Rama sebagai
awatara Wisnu yang ketujuh dan
dalam
Bayupurana,
seorang Rama disebut di antara tujuh
Resi dari
Manwantara ke-8. Dan
juga kisah Rama disebut dalam wiracarita lainnya, yaitu
Mahabharata. Versi lain
yang penting dan lebih pendek adalah Ādhyātma Ramayana.
Ramayana memiliki
berbagai versi di sepanjang wilayah
India. Sebagai contoh, versi
sederhana Ramayana yang menceritakan kehidupan dan filsafat ketuhanan Rama
dituangkan dalam sajak kepahlawanan berjudul
Kambaramayanam pada
abad ke-12oleh penyair
Kamban dalam
bahasa
Tamil, dan
Ramacharitamanasa,
Ramayana versi
bahasa
Hindipada
abad
ke-16 oleh penyair
Tulsidas. Berbagai versi
yang berbeda juga ada dan muncul dalam bahasa-bahasa terkemuka di India.
Ramayana versi kontemporer meliputi Shri Ramayana Darshanamoleh Dr. K. V.
Puttappa dalam
bahasa
Kannada, dan Ramayana Kalpavrikshamu oleh
Viswanatha
Satyanarayana dalam
bahasa Telugu, yang
mana keduanya memperoleh penghargaan dalam
Jnanpith
Award. Wiracarita Ramayana tersebar di berbagai wilayah India, dan
menonjolkan keunikan budaya masing-masing daerah.
Kisah Rama juga menyebar ke wilayah
Asia Tenggara, dan
diadaptasikan dengan
kebudayaan,
cerita
rakyat, dan kepercayaan masyarakat setempat.
Kakawin
Rāmāyana dari
Jawa (
Indonesia),
Ramakawaca dari
Bali,
Hikayat Seri Rama dari
Malaysia,
Maradia
Lawana dari
Filipina,
Ramakien dari
Thailand (yang
menyebut Rama sebagai Phra Ram) merupakan karya-karya besar yang unik dan
mengandung berbagai versi berbeda mengenai kehidupan Rama. Legenda mengenai
Rama dapat disaksikan dalam ukiran di kuil
Wat Phra KaewBangkok.
Wiracarita nasional
Myanmar,
Yama
Zatdawsebenarnya merupakan Ramayana versi Myanmar, dimana Rama dipanggil
Yama. Dalam
Reamkerdari
Kamboja, Rama dikenal
sebagai Preah Ream. di
8. Krisna Awatara
Kresna (
Dewanagari:
कृष्ण; ,
IAST: kṛṣṇa,; dibaca
[ˈkr̩ʂɳə]) adalah
salah satu
dewa yang
dipuja oleh
umatHindu, berwujud pria
berkulit gelap atau biru tua, memakai
dhoti kuning dan
mahkota yang dihiasi
bulu
merak.
Dalam
seni lukis dan
arca, umumnya ia digambarkan
sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping.
Legenda Hindu dalam kitab
Purana dan
Mahabharata menyatakan
bahwa ia adalah putra kedelapan
Basudewa dan
Dewaki dari
kerajaan Surasena,
kerajaan mitologis di
India
Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai
awatara (
inkarnasi)
Dewa Wisnu kedelapan di
antara
sepuluh
awatara Wisnu. Dalam beberapa sekte Hindu, misalnya
Gaudiya Waisnawa,
ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan
itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan
Wisnu atau Kresna,
misalnya
Bhagawatapurana,
ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok
penggembala muda
yang mahir bermain
seruling,
sedangkan dalam
wiracarita Mahabharata ia
dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu
ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu
meyakini
Bhagawadgita sebagai
kitab yang memuat
kotbah Kresna
kepada
Arjuna tentang
ilmu rohani.
Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai
ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis.
Berbagai tradisi menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa
kanak-kanak, tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa. Kehidupan
Kresna dibahas dalam beberapa
susastra Hindu,
yaitu
Mahabharata,
Hariwangsa,
Bhagawatapurana,
dan
Wisnupurana.
Kata kṛṣṇa dalam
bahasa Sanskerta pada
dasarnya merupakan
kata
sifat yang berarti "hitam", "gelap" atau
"biru tua". Kata tersebut berhubungan dengan kata
čьrnъ (crn,
'hitam') dalam
rumpun bahasa
Slavia. Sebagai kata benda feminin, kata kṛṣṇā digunakan dengan
makna "malam, hitam, kegelapan" dalam kitab suci
Regweda, dan sebagai iblis
atau jiwa kegelapan dalam
mandala
(bab)IV
Regweda.
Untuk
nama
diri, kata Kṛṣṇa muncul dalam mandala VIII sebagai nama
seorang
penyair.
Sebagai salah satu nama
Wisnu,
kata "Kṛṣṇa" terdaftar sebagai nama ke-57 dalam kitab
Wisnu
Sahasranama (Seribu Nama Wisnu). Berdasarkan nama tersebut, Kresna
seringkali digambarkan dalam
arca dengan
kulit hitam maupun biru.
Kresna juga dikenal dengan berbagai macam
nama,
julukan, dan gelar, yang mencerminkan berbagai atribut dan hal-hal yang
berkaitan dengannya. Dalam kitab
Mahabarata dan
Bhagawadgita, Kresna
disebut dengan berbagai nama, sesuai karakteristiknya. Beberapa nama tersebut
diantaranya:
Acyuta (yang
kekal; teguh); Arisudana (penghancur musuh);
Bagawan (Yang
Mahakuasa);
Gopala (pelindung
sapi);
GowindaHresikesa (penguasa
indria); Janardana (juru selamat umat manusia);
Kesawa (yang berambut
indah); Kesinisudana (pembunuh raksasa
Kesi);
Madawa(suami
dewi keberuntungan); Madusudana (pembunuh
raksasa Madhu); Mahabahu (yang berlengan
perkasa); Mahayogi (rohaniwan agung); Purusottama (manusia
utama, yang berkepribadian paling baik); Warsneya (keturunan
Wresni);
Basudewa;
Wisnu;
Yadawa (keturunan
Yadu); Yogeswara(penguasa
segala kekuatan batin).
Di antara berbagai namanya, yang terkenal adalah
Gowinda, "penggembala
sapi", atau Gopala, "pelindung para sapi", merujuk kepada
pengalaman masa kecil Kresna di
Braj.
Beberapa nama lainnya dianggap penting bagi wilayah tertentu; misalnya,
Jagatnata (penguasa
alam semesta), terkenal di
Puri,
India Timur. di ( ( (penggembala sapi);
* Baladewa ( Balaram )
Baladewa sebenarnya merupakan Kakak kandung
Kresna karena terlahir
sebagai putera
Wasudewa dan
Dewaki. Namun karena
takdirnya untuk tidak mati di tangan
Kamsa, ia dilahirkan
oleh
Rohini atas
peristiwa pemindahan janin.
Kamsa, Kakak dari Dewaki, takut akan ramalan yang mengatakan
bahwa ia akan terbunuh di tangan putera kedelapan Dewaki. Maka dari itu ia
menjebloskan Dewaki beserta suaminya ke penjara dan membunuh setiap putera yang
dilahirkan oleh Dewaki. Secara berturut-turut, setiap puteranya yang baru lahir
mati di tangan Kamsa. Pada saat Dewaki mengandung puteranya yang ketujuh, nasib
anaknya yang akan dilahirkan tidak akan sama dengan nasib keenam anaknya
terdahulu. Janin yang dikandungnya secara ajaib berpindah kepada Rohini yang
sedang menginginkan seorang putera. Maka dari itu, Baladewa disebut pula
Sankarsana yang berarti "pemindahan janin".
Akhirnya, Rohini menyambut Baladewa sebagai puteranya. Pada
masa kecilnya, ia bernama Rama. Namun karena kekuatannya yang menakjubkan, ia
disebut Balarama (Rama yang kuat) atau Baladewa. Baladewa menghabiskan masa
kanak-kanaknya sebagai seorang pengembala sapi bersama Kresna dan
teman-temannya. Ia menikah dengan
Reawati,
puteri Raiwata dari Anarta.
Baladewa mengajari
Bima dan
Duryodana menggunakan
senjata
Gada.
Dalam
perang
di Kurukshetra, Baladewa bersikap netral. Seperti
kerajaan Widarbha dan
Raja
Rukmi, ia tidak
memihak
Pandawa maupun
Korawa. Namun, ketika Bima
hendak membunuh
Duryodana,
ia mengancam akan membunuh Bima. Hal itu dapat dicegah oleh
Kresna dengan
menyadarkan kembali Baladewa bahwa Bima membunuh Duryodana adalah sebuah
kewajiban untuk memenuhi sumpahnya. Selain itu, Kresna mengingatkan Baladewa
akan segala prilaku buruk Duryodana.
9. Gautama Buddha Awatara
Menurut kepercayaan
Hindu populer, pada zaman
Kaliyuga, masyarakat
menjadi bodoh akan nilai-nilai rohani dan kehidupan. Ada suatu kepercayaan
bahwa pada kedatangan Sang
Buddha, banyak
brahmana di
India yang
menyalahgunakan upacara
Weda demi
kepuasan nafsunya sendiri, dan melakukan pengorbanan binatang yang sia-sia dan
tiada berguna. Maka dari itu, Buddha muncul sebagai seorang
awatara untuk
memulihkan keseimbangan.
Gautama Buddha lahir sebagai Pangeran
Siddhartha Gautama,
putra Raja
Suddhodana,
sekitar abad ketujuh sebelum Masehi (2400 tahun yang lalu). Ayahnya sangat menginginkan
dia menjadi Maharaja Dunia, namun pikirannya dibayang-bayangi oleh ramalan
petapa Kondanna yang mengatakan bahwa anaknya akan menjadi Buddha karena
melihat empat hal: orang sakit, orang tua, orang mati, dan pertapa. Keempat hal
tersebut selalu berusaha ditutupi olah ayahnya. Ia tidak akan membiarkan
sesuatu yang bersifat sakit, tua, mati, dan pertapa suci dilihat oleh
Siddhartha.
Namun Siddhartha memang sudah ditakdirkan untuk menjadi
Buddha. Ramalan pertapa Kondanna menjadi kenyataan. Keinginan Siddhartha untuk
mendapat pencerahan (yang mengantarnya menjadi Buddha) terlintas ketika ia
melihat empat hal tersebut. Pikirannya terbuka untuk mencari obat penawar
sakit, tua, dan mati. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pertapa dan
berkeliling mencari pertapa-pertapa terkenal dan mengikuti ajaran mereka, namun
semuanya tidak membuat Siddhartha puas. Akhirnya ia menemukan pencerahan ketika
bertapa di bawah
Pohon
bodhi di
Bodh
Gaya pada malam Purnama Sidhi bulan Waisak
10. Kalki Awatara
Dalam ajaran
agama Hindu, Kalki (
Sanskerta:
कल्कि;
Jepang:
カルキ)
(juga disalin sebagai Kalkin danKalaki) adalah awatara kesepuluh
dan
awatara (inkarnasi)
terakhir
Dewa Wisnu Sang
pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman
Kaliyuga (zaman
kegelapan dan kehancuran).
Etimologi
Kata Kalki seringkali merupakan suatu kiasan dari
“keabadian” atau “masa”. Asal mula nama tersebut diperkirakan berasal dari
kata Kalka yang bermakna “kotor”, “busuk”, atau “jahat” dan oleh
karena itu "Kalki" berarti “Penghancur kejahatan”, “Penghancur
kekacauan”, "Penghancur kegelapan", atau “Sang Pembasmi Kebodohan”.
Dalam
bahasa Hindi, kalki
avatar berarti “inkarnasi hari esok”.
Apa yang akan Kalki lakukan?
Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran
mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki Awatara muncul.
Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara yaitu beliau adalah Awatara yang
mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya “Devadatta”
(anugerah Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang
berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan
iblis
Kali,
kemudian menegakkan kembali
Dharma dan memulai zaman
yang baru.
Ramalan tentang Kalki
Salah satu sumber yang pertama kali menyebutkan istilah
Kalki adalah
Wisnu
Purana, yang diduga muncul setelah masa Kerajaan
Gupta sekitar abad ke-7
sebelum
Masehi. Wisnu
adalah Dewa pemelihara dan pelindung, salah satu bagian
Trimurti, dan merupakan
penengah yang mempertimbangkan penciptaan dan kehancuran sesuatu. Kalki juga
muncul di salah satu dari 18 kitab
Purana yang utama,
Agni
Purana. Kitab purana yang memuat khusus tentang Kalki adalah
Kalki
Purana. Di sana dibahas kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa Kalki muncul.